Kamis, 08 Maret 2012


AKULTURASI BUDAYA INDONESIA DENGAN PERADABAN HINDU BUDDHA
Disusun untuk memenuhi tugas Ilmu Sosial Budaya Dasar
Dosen Pengampu : Widodo,S.S.



Disusun Oleh :
Kelompok 1 kelas 3 A / PGSD
1.    Sri Rahayu (A)                    (10120004)
2.    Ratih Widya Utami             (10120024)
3.    Wahyuningsih                     (10120018)
4.    Cicilia Clara D.A.               (10120021)
5.    Diah Ratnawati                   (10120028)
6.    Hoky Wulandari                 (10120036)
7.    Dewi Kusumaningrum        (10120041)
8.    Purwito                               (10120014)

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
IKIP PGRI SEMARANG
2011
BAB 1
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Manusia memang selalu berkembang dengan segala aktivitasnya di dalam masyarakat. Dalam masyarakatlah manusia akan mendapatkan suatu kecakapan pengetahuan dan mengembangkan kebudayaan sebagai pola kehidupannya.
Menurut E.B.Tayor, kebudayaan adalah komplikasi (jalinan) dalam keseluruhan meliputi pengeahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keagamaan, hakam, adat istiadat, serta lain-lain kenyataan dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan manusia sebagai anggota masyarakat. (Ahmadi, Abu, 2003 : 50).
Setiap manusia pasti selalu ingin berkembang dalam kehidupannya untuk mencapai suatu taraf kehidupan, oleh karena itu mereka saling berinteraksi satu sama lain. Dalam suatu hubungan itulah manusia membentuk suatu kebudayaan. Masyarakat yang satu bertemu dengan masyarakat yang lain sehingga memunculkan suatu kebudayaan baru. Kebudayaan itu tidak langsung saja dapat diterima dalam suatu masyarakat, melainkan akan diseleksi untuk menemukan suatu kebudayaan yang sesuai.
Interaksi antar masyarakat tidak hanya dalam suatu lingkup satu negara yang sama tetapi juga dengan negara lainnya, seperti halnya masyarakat Indonesia. Dahulu, masyarakat Indonesia sebagai daerah yang dilalui jalur perdagangan memungkinkan bagi para pedagang India untuk sungguh tinggal di kota pelabuhan-pelabuhan di Indonesia guna menunggu musim yang baik. Mereka pun melakukan interaksi dengan penduduk setempat di luar hubungan dagang. Mereka saling mengenal kebudayaan masing-masing sehingga akhirnya muncul suatu kebudayaan baru tapi tanpa meninggalkan unsur-unsur kebudayaan aslinya.
 Dari hal-hal diatas kami mengangkat judul” Akulturasi Budaya Indonesia dengan Peradaban Hindu Budha”.

B.       Rumusan Masalah
1.    Bagaimanakah perkembangan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia ?
2.    Apasajakah akulturasi kebudayaan Indonesia dengan Hindu-Budha ?

C.      Tujuan Penulisan
1.     Untuk mengetahui perkembangan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia.
2.    Untuk mengetahui akulturasi kebudayaan Indonesia dengan Hindu-Budha.























BAB II
PEMBAHASAN
A.  Perkembangan Hindu-Budha di Indonesia
1.      Munculnya Agama Hindu Buddha
  1. Munculnya Agama Hindu
Pada sekitar tahun 1500 SM bangsa Arya memasuki India di bagian barat laut. Mereka berhasil menaklukkan bangsa asli Dravida. Setelah itu, bangsa Arya memperkenalkan dan mewariskan peradaban baru yang disebut Weda. Weda bermakna pengetahuan. Weda merupakan kumpulan kitab-kitab suci berbentuk syair yang ditulis dalam bahasa Sanskerta terdiri atas empat samhita (himpunan). Berikut keempat samhita (himpunan) tersebut :
  • Rg Weda (syair-syair pujian terhadap para dewa)
  • Sama Weda (syair-syair nyanyian untuk para dewa)
  • Yajur Weda (doa-doa untuk pengantar sesaji yang disampaikan kepada dewa)
  • Atharwa Weda (mantra-mantra untuk ilmu ghaib)
Pada masa itu muncul kepercayaan terhadap dewa. Dewa-dewa tersebut antara lain Dewa Agni (api), Dewa Bayu (angin), Dewa Surya (matahari), Dewa Candra (bulan), Dewa Marut (angin kencang), Dewa Baruna (angkasa), Dewa Parjana (hujan), Dewa Indra (perang), Dewa Usa (fajar). Sistem kepercayaan yang menyembah banyak dewa (politeisme) dipimpin oleh para pendeta atau brahmana. Keyakinan terhadap golongan brahmana ini merupakan awal lahirnya agama Hindu.
Golongan brahmana mendapatkan tempat tertinggi dalam masyarakat. Sistem kemasyarakatan yang mengatur hubungan sosial bangsa Arya dengan bangsa yang ditaklukkannya dikenal dengan sistem kasta. Pada 500 SM masyarakat dibagi ke dalam empat kasta, yaitu :
·                       Brahmana (pendeta)
·                       Ksatria (raja, bangsawan, prajurit)
·                       Waisya (petani, pedagang, dan penghasil bahan makanan)
·                       Sudra (pekerja kasar dan budak)
Pada sekitar abad ke 1 munculah pembaharuan terhadap Brahmanisme yang memuja tiga dewa utama yang disebut Trimurti ( Tiga Badan). Dewa yang dipuja masyarakat tersebut adalah Dewa Brahma (pencipta alam semesta), Dewa Wisnu (pemelihara alam semesta), dan Dewa Siwa (pemralina). Sejalan dengan munculnya pembaharuan itu, kepercayaan masyarakat dinyatakan sebagai agama Hindu.
Inti ajaran agama Hindu :
·         Karma
·         Reinkarnasi
·         Samsara
·         Moksa
  1. Munculnya Agama Buddha
Pada mulanya agama Buddha merupakan sebuah paham baru dalam agama Hindu. Pemeluk agama Hindu tidak menyukai kedudukan istimewa kasta Brahmana. Adanya hak-hak istimewa Brahmana menghambat masyarakat awam untuk mencapai moksa. Oleh sebab itu, muncullah ajaran Buddhisme yang disebarluaskan oleh Buddha Gautama. Buddha Gautama dilahirkan di Taman Lumbini di Kerajaan Sakya pada tahun 563 SM. Sebelum menjadi seorang Buddha, ia diberi nama Sidharta Gautama. Ayahnya seorang raja yang bernama Raja Suddhodana dan ibunya bernama Mahamaya yang biasa disebut Ratu Maya.
Semenjak kecil Sidharta dikurung dalam istana yang dilengkapi dengan segala kemewahan. Tujuannya agar Sidharta tidak mengenal susah. Raja Suddhodana berharap Sidharta menangkap kesan bahwa hidup adalah suatu kenikmatan. Akan tetapi, Sidharta tidak terpikat oleh kenikmatan duniawi. Sidharta kemudian meninggalkan istana beserta segala kemewahannya. Ia memilih menjadi seorang pendeta dan mengembara untuk mencari pengetahuan sejati akan makna hidup. Suatu saat, Sidharta duduk bersemadi di bawah pohon bodhi di Desa Gaya. Ia mendapatkan ilham pengetahuan sejati dan Sidharta menjadi seorang Buddha (orang yang memperoleh pencerahan). Buddha Gautama kemudian menyebarkan gagasan agar manusia mencapai kedamaian. Ajaran Buddha itu dituangkan dalam kitab suci yang diberi nama Tripitaka ( Tiga Keranjang).
2.      Masuknya Agama Hindu-Buddha ke Nusantara
Pada awal abad masehi, masyarakat Nusantara telah menjalin hubungan dengan bangsa-bangsa di Asia, terutama India dan Cina. Orang-orang datang ke Nusantara dalam jumlah besar dan berhasil membangun permukiman. Mereka terdiri atas kaum pedagang, pendeta, dan kelompok lainnya. Para pendeta datang ke Nusantara bersama-sama kaum pedagang. Para pendeta Hindu dan Buddha aktif menyebarkan agamanya. Bahkan, tidak sedikit di antara mereka yang sengaja diundang penguasa Nusantara untuk menjalankan upacara-upacara resmi kerajaan. Misalnya, upacara pengangkatan raja sebagai kasta ksatria.
Dalam perkembangannya, cukup banyak pemuda Nusantara berminat untuk memperdalam ilmu keagamaan di India. Mereka yang menuntut ilmu keagamaan di India. Mereka yang menuntut ilmu agama di India semakin hari semakin bertambah jumlahnya. Raja-raja Sriwijaya ternyata menaruh perhatian kepada pelajar Nusantara itu. Raja-raja Sriwijaya lantas meminta bantuan kepada raja-raja di India untuk membangun asrama. Permintaan itu dikabulkan sehingga berdirilah wihara para pelajar Nusantara di Nalanda pada tahun 850 masehi dan di Nagapatnampada tahun 1030 Masehi.
Menurut penelitian para ahli, pengaruh agama Buddha telah memasuki Nusantara pada sekitar abab ke 2 sampai 5 masehi. Bukti-bukti peninggalan agama Buddha di Nusantara misalnya penemuan arca perunggu Buddha di daerah Sempaga (Sulawesi Selatan). Dilihat dari bentuknya, arca ini mempunyai langgam yang sama dengan arca di Amarawati (India). Arca sejenis ditemukan juga di daerah Jember (Jawa Timur) dan bukit Siguntang (Sumatera Selatan). Selain itu, ditemukan sejumlah arca di Kota Bangun (Kutai, Kalimanan Timur) yang memperlihatkan langgam seni Ghandara (India). Masa perkembangan agama Buddha berlangsung pesat terjadi pada abad VII-IX. Menurut penafsiran tujuh buah yupa peninggalan Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur dan prasasti dari Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat, pengaruh agama Buddha muncul kali pertama sekitar abad ke-5 Masehi. Oleh karena yupa dan prasasti di kedua kerajaan itu menggunakan huruf pallawa, maka diperkirakan pengaruh Hindu yang menyebar ke beberapa daerah di Indonesia pada tahap permulaan berasal dari India Selatan. Selain di Kutai dan Tarumanegara, pengaruh Hindu di Nusantara berkembang pula di Kerajaan Ho-ling, Mataram, Kanjuruhan, Kediri,, Singasari, Majapahit, Sunda, dan Bali.
Para pedagang dan pendeta menyebarkan agama Hindu-Buddha ke Nusantara melalui dua jalur, yaitu jalur laut dan jalur darat.
  1. Melalui Jalur Laut
Mereka yang datang ke Nusantara melewati jalur laut mengikuti rombongan para pedagang yang melakukan pelayaran dari Asia Selatan ke Asia Timur. Rute perjalanan para penyebar agama Hindu-Buddha, yaitu dari India menuju Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, Nusantara, Kamboja, Vietnam, Cina, Korea, dan Jepang. Di antara mereka ada pula yang langsung berlayar ke Nusantara.
  1. Melalui Jalur Darat
Para penyebar agama Hindu-Buddha yang menggunakan jalur darat ada yang ikut menumpang para kafilah melalui jalur sutera, yaitu dari India ke Tibet terus ke utara hingga sampai di Cina, Korea, dan Jepang. Di samping itu, ada yang melakukan perjalanan dari India utara, ke Bangladesh, Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, kemudian berlayar ke Nusantara.
B.  Akulturasi Kebudayaan Indonesia dengan Hindu-Budha.
1.    Pengertian Akulturasi
            Definisi akulturasi yang sistematik, pertama kalinya dikemukakan oleh Redfield, Linton dan Herskovits (1936). Akulturasi fenomena-fenomena pemahaman akulturasi ini menghasilkan kelompok kebudayaan baru dari kelompok-kelompok yang mempunyai perbedaan kebudayaan. Perbedaan kebudayaan ini masuk ke dalam kebudayaan baru dengan adanya perubahan-perubahan yang terjadi.
Akulturasi atau kontak kebudayaan merupakan proses sosial yang timbul apabila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan itu lambat laun diterima dan diolah kedalam kebudayaa tanpa menghilangkan sifat khas kepribadian kebudayaan asal(Wartono, Tarcicius,15: 2007).
Contohnya, perpaduan kebudayaan antara Hindu-Budha dengan kebudayaan Indonesia, dimana perpaduan antara dua kebudayaan itu tidak menghilangkan unsur-unsur asli dari kedua kebudayaan tersebut. Oleh karena itu, kebudayaan Hindu-Budha yang masuk ke Indonesia tidak diterima begitu saja. Hal ini disebabkan:
1.    Masyarakat Indonesia telah memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi, sehingga masuknya kebudayaan asing ke Indonesia menambah perbendaharaan kebudayaan Indonesia.
2.    Kecakapan istimewa. Bangsa Indonesia memiliki apa yang disebut dengan istilah local genius, yaitu kecakapan suatu bangsa untuk menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah unsur-unsur tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Pengaruh kebudayaan Hindu hanya bersifat melengkapi kebudayaan yang telah ada di Indonesia. Perpaduan budaya Hindu-Budha melahirkan akulturasi yang masih terpelihara sampai sekarang. Akulturasi tersebut merupakan hasil dari proses pengolahan kebudayaan asing sesuai dengan kebudayaan Indonesia.
2.   Peninggalan Sejarah Bercorak Hindu-Buddha di Nusantara
a.      Agama
Sistem kepercayaan yang berkembang di Indonesia sebelum agama Hindu-Budha masuk ke Indonesia adalah kepercayaan yang berdasarkan pada Animisme dan Dinamisme. Dengan masuknya agama Hindu - Budha ke Indonesia, masyarakat Indonesia mulai menganut/mempercayai agama-agama tersebut. Agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia sudah mengalami perpaduan dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, atau dengan kata lain mengalami Sinkritisme. Sinkritisme adalah bagian dari proses akulturasi, yang berarti perpaduan dua kepercayaan yang berbeda menjadi satu. Untuk itu agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia, berbeda dengan agama Hindu - Budha yang dianut oleh masyarakat India. Perbedaaan-perbedaan tersebut dapat Anda lihat dalam upacara ritual yang diadakan oleh umat Hindu atau Budha yang ada di Indonesia. Contohnya, upacara Nyepi yang dilaksanakan oleh umat Hindu Bali, upacara tersebut tidak dilaksanakan oleh umat Hindu di India.Di Jawa Timur berkembang aliran Tantrayana seperti yang dilakukan Kertanegara dari Singasari yang merupakan penjelmaaan Siwa. Kepercayaan terhadap roh leluhur masih terwujud dalam upacara kematian dgn mengandakan kenduri 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1 tahun, 2 tahun dan 1000 hari, serta masih banyak hal-hal yang dilakukan masyarakat Jawa.
b.   Arsitektur (Seni Bangunan)
Bentuk peninggalan arsitektur bercorak Hindu-Buddha terdiri dari seni bangunan bersifat sakral dan profan. Seni bangunan bersifat sakral adalah bangunan yang berkaitan dengan keagamaan. Contohnya candi, stupa, arca, dan wihra. Seni banguna yang bersifat profan adalah bangunan-bangunan biasa yang tidak bersangkutan dengan agama dan tujuan keagamaan. Contohnya keraton, petirtaan, gapura, dan pertapaan.
Peningalan seni bangunan bercorak Hindu-Buddha di Indonesia meliputi sebagai berikut :
v  Candi, yaitu bangunan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan atau penanaman abu jenazah seorang raja. Contohnya Candi Sumberjati di Blitar dan Candi Loro Jonggrang di Desa Prambanan.
v  Stupa, yaitu bangunan yang berkaitan dengan agama Biddha yang berfungsi sebagai dhatugarbha (menyimpan peninggalan keramat Buddha Gautama) dan caitya (tempat untuk memperingati kejadian penting dalam kehidupan Buddha Gautama). Misalnya Stupa Borobudur dan Stupa Kalasan di Yogyakarta.
v  Arca, yaitu patung yang terutama dibuat dari batu yang dipahat menyerupai bentuk manusia atau binatang. Contohnya arca Joko Dolok di Surabaya dan Amoghapasa di Padangroco.
v  Wihara, yaitu tempat tinggal para biksu yang dibuat dari kayu. Contohnya wihara yang diduga pernah berada di dekat Stupa Kalasan.
v  Keraton, yaitu rumah tempat tinggal ratu atau raja. Contohnya, keraton kuno Majapahit di daerah Trowulan, Mojokerto.
v  Petirtaan, yaitu tempat pemandian suci yang sering digunakan oleh kalangan istana kerajaan. Contohnya,petirtaan di Jolotundo dan Tirtha Empul di Bali.
v  Gapura, yaitu bangunan yang berupa pintu erbang. Contohnya, gapura di Belahan, gapura di Jombang, dan wringin Lawang di Trowulan.
v  Pertapaan, yaitu bangunan yang dicerukkan pada suatu gua bati dan difungsikan sebagai tempat tinggal para petapa. Contohnya, gua Selomangleng di Kediri dan Goa Gajah di Bedulu, Bali.
c. Tulisan dan Bahasa
Wujud akulturasi dalam bidang bahasa, dapat dilihat dari adanya penggunaan bahasa Sansekerta yang dapat ditemukan sampai sekarang dimana bahasa Sansekerta memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Sansekerta pada awalnya banyak ditemukan pada prasasti (batu bertulis) peninggalan kerajaan Hindu - Budha pada abad 5 - 7 M,contohnya prasasti Yupa dari Kutai, prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara. Tetapi untuk perkembangan selanjutnya bahasa Sansekerta di gantikan oleh bahasa Melayu Kuno seperti yang ditemukan pada prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya 7 - 13 M. Untuk aksara, dapat dibuktikan adanya penggunaan huruf Pallawa, kemudian berkembang menjadi huruf Jawa Kuno (kawi) dan huruf (aksara) Bali dan Bugis. Hal ini dapat dibuktikan melalui Prasasti Dinoyo (Malang) yang menggunakan huruf Jawa Kuno.
d.   Sistem Pengetahuan
Wujud akulturasi dalam bidang pengetahuan, salah satunya yaitu perhitungan waktu berdasarkan kalender tahun saka, tahun dalam kepercayaan Hindu. Menurut perhitungan satu tahun Saka sama dengan 365 hari dan perbedaan tahun saka dengan tahun masehi adalah 78 tahun sebagai contoh misalnya tahun saka 654, maka tahun masehinya 654 + 78 = 732 M. Di samping adanya pengetahuan tentang kalender Saka, juga ditemukan perhitungan tahun Saka dengan menggunakan Candrasangkala. Apakah Anda sebelumnya pernah mendengar istilah Candrasangkala? Candrasangkala adalah susunan kalimat atau gambar yang dapat dibaca sebagai angka. Candrasangkala banyak ditemukan dalam prasasti yang ditemukan di pulau Jawa, dan menggunakan kalimat bahasa Jawa salah satu contohnya yaitu kalimat Sirna ilang kertaning bhumi apabila diartikan sirna = 0, ilang = 0, kertaning = 4 dan bhumi = 1, maka kalimat tersebut diartikan dan belakang sama dengan tahun 1400 saka atau sama dengan 1478 M yang merupakan tahun runtuhnya Majapahit.
e. Organisasi sosial kemasyarakatan
Wujud akulturasi dalam bidang pengetahuan, salah satunya yaitu perhitungan waktu berdasarkan kalender tahun saka, tahun dalam kepercayaan Hindu. Menurut perhitungan satu tahun Saka sama dengan 365 hari dan perbedaan tahun saka dengan tahun masehi adalah 78 tahun sebagai contoh misalnya tahun saka 654, maka tahun masehinya 654 + 78 = 732 M. Di samping adanya pengetahuan tentang kalender Saka, juga ditemukan perhitungan tahun Saka dengan menggunakan Candrasangkala. Apakah Anda sebelumnya pernah mendengar istilah Candrasangkala? Candrasangkala adalah susunan kalimat atau gambar yang dapat dibaca sebagai angka. Candrasangkala banyak ditemukan dalam prasasti yang ditemukan di pulau Jawa, dan menggunakan kalimat bahasa Jawa salah satu contohnya yaitu kalimat Sirna ilang kertaning bhumi apabila diartikan sirna = 0, ilang = 0, kertaning = 4 dan bhumi = 1, maka kalimat tersebut diartikan dan belakang sama dengan tahun 1400 saka atau sama dengan 1478 M yang merupakan tahun runtuhnya Majapahit.
f.       Peralatan Hidup dan Teknologi
Masyarakat Indonesia dari sebelum masuknya agama Hindu-Budha sebenarnya sudah memiliki budaya yang cukup tinggi. Dengan masuknya pengaruh budaya Hindu-Budha di Indonesia semakin mempertinggi teknologi yang sudah dimiliki bangsa Indonesia sebelumnya. Pengaruh Hindu-Budha terhadap perkembangan teknologi masyarakat Indonesia terlihat dalam bidang kemaritiman, bangunan dan pertanian.
Perkembangan kemaritiman terlihat dengan semakin banyaknya kota-kota pelabuhan, ekspedisi pelayaran dan perdagangan antar negara. Selain itu, bangsa Indonesia yang awalnya baru dapat membuat sampan sebagai alat transportasi kemudian mulai dapat membuat perahu bercadik. Perpaduan antara pengetahuan dan teknologi dari India dengan Indonesia terlihat pula pada pembuatan dan pendirian bangunan candi baik candi dari agama Hindu maupun Budha. Bangunan candi merupakan hasil karya ahli-ahli bangunan agama Hindu-Budha yang memiliki nilai budaya yang sangat tinggi. Selain itu terlihat dalam penulisan prasasti-prasastri pada batu-batu besar yang membutuhkan keahlian, pengetahuan, dan teknik penulisan yang tinggi. Pengetahuan dan perkenalan teknologi yang tinggi dilakukan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
Dalam bidang pertanian, tampak dengan adanya pengelolaan sistem irigasi yang baik mulai diperkenalkan dan berkembang pada zaman masuknya Hindu-Budha di Indonesia. Tampak pada relief candi yang menggambarkan teknologi irigasi pada zaman Majapahit.
g. Kesenian
Wujud akulturasi dalam bidang kesenian terlihat dari seni rupa, seni sastra dan seni pertunjukan . Dalam seni rupa contoh wujud akulturasinya dapat dilihat dari relief dinding candi (gambar timbul), gambar timbul pada candi tersebut banyak menggambarkan suatu kisah/cerita yang berhubungan dengan ajaran agama Hindu ataupun Budha.
Relief dari candi Borobudur yang menggambarkan Budha sedang digoda oleh Mara yang menari-nari diiringi gendang. Relief ini mengisahkan riwayat hidup Sang Budha seperti yang terdapat dalam kitab Lalitawistara. Demikian pula halnya dengan candi-candi Hindu. Relief-reliefnya yang juga mengambil kisah yang terdapat dalam kepercayaan Hindu seperti kisah Ramayana yang digambarkan melalui relief candi Prambanan ataupun candi Panataran.
Dari relief-relief tersebut apabila diamati lebih lanjut, ternyata Indonesia juga mengambil kisah asli cerita tersebut, tetapi suasana kehidupan yang digambarkan oleh relief tersebut adalah suasana kehidupan asli keadaan alam ataupun masyarakat Indonesia. Dengan demikian terbukti bahwa Indonesia tidak menerima begitu saja budaya India, tetapi selalu berusaha menyesuaikan dengan keadaan dan suasana di Indonesia.
Untuk wujud akulturasi dalam seni sastra dapat dibuktikan dengan adanya suatu ceritera/ kisah yang berkembang di Indonesia yang bersumber dari kitab Ramayana yang ditulis oleh Walmiki dan kitab Mahabarata yang ditulis oleh Wiyasa. Kedua kitab tersebut merupakan kitab kepercayaan umat Hindu. Tetapi setelah berkembang di Indonesia tidak sama proses seperti aslinya dari India karena sudah disadur kembali oleh pujangga-pujangga Indonesia, ke dalam bahasa Jawa kuno. Dan, tokoh-tokoh cerita dalam kisah tersebut ditambah dengan hadirnya tokoh punokawan seperti Semar, Bagong, Petruk dan Gareng. Bahkan dalam kisah Bharatayuda yang disadur dari kitab Mahabarata tidak menceritakan perang antar Pendawa dan Kurawa, melainkan menceritakan kemenangan Jayabaya dari Kediri melawan Jenggala.
Di samping itu juga, kisah Ramayana maupun Mahabarata diambil sebagai suatu ceritera dalam seni pertunjukan di Indonesia yaitu salah satunya pertunjukan Wayang. Seni pertunjukan wayang merupakan salah satu kebudayaan asli Indonesia sejak zaman prasejarah dan pertunjukan wayang tersebut sangat digemari terutama oleh masyarakat Jawa. Wujud akulturasi dalam pertunjukan wayang tersebut terlihat dari pengambilan lakon ceritera dari kisah Ramayana maupun Mahabarata yang berasal dari budaya India, tetapi tidak sama persis dengan aslinya karena sudah mengalami perubahan. Perubahan tersebut antara lain terletak dari karakter atau perilaku tokoh-tokoh ceritera misalnya dalam kisah Mahabarata keberadaan tokoh Durna, dalam cerita aslinya Dorna adalah seorang maha guru bagi Pendawa dan Kurawa dan berperilaku baik, tetapi dalam lakon di Indonesia Dorna adalah tokoh yang berperangai buruk suka menghasut.
h.      Bidang Pendidikan.
Masuknya Hindu-Budha juga mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia dalam bidang pendidikan. Sebab sebelumnya masyarakat Indonesia belum mengenal tulisan. Namun dengan masuknya Hindu-Budha, sebagian masyarakat Indonesia mulai mengenal budaya baca dan tulis.
Bukti pengaruh dalam pendidikan di Indonesia yaitu :
1.   Dengan digunakannya bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa dalam kehidupan sebagian masyarakat Indonesia. Bahasa tersebut terutama digunakan di kalangan pendeta dan bangsawan kerajaan. Telah mulai digunakan bahasa Kawi, bahasa Jawa Kuno, dan bahasa Bali Kuno yang merupakan turunan dari bahasa Sansekerta.
2.   Telah dikenal juga sistem pendidikan berasrama (ashram) dan didirikan sekolah-sekolah khusus untuk mempelajari agama Hindu-Budha. Sistem pendidikan tersebut kemudian diadaptasi dan dikembangkan sebagai sistem pendidikan yang banyak diterapkan di berbagai kerajaan di Indonesia.
3.   Bukti lain tampak dengan lahirnya banyak karya sastra bermutu tinggi yang merupakan interpretasi kisah-kisah dalam budaya Hindu-Budha. Contoh :
-          Empu Sedah dan Panuluh dengan karyanya Bharatayudha
-          Empu Kanwa dengan karyanya Arjuna Wiwaha
-          Empu Dharmaja dengan karyanya Smaradhana
-          Empu Prapanca dengan karyanya Negarakertagama
-          Empu Tantular dengan karyanya Sutasoma
4.Pengaruh Hindu Budha nampak pula pada berkembangnya ajaran budi pekerti berlandaskan ajaran agama Hindu-Budha. Pendidikan tersebut menekankan kasih sayang, kedamaian dan sikap saling menghargai sesama manusia mulai dikenal dan diamalkan oleh sebagian masyarakat Indonesia saat ini.




BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Masuknya budaya Hindu-Budha di Indonesia menyebabkan munculnya Akulturasi. Akulturasi merupakan perpaduan 2 budaya dimana kedua unsur kebudayaan bertemu dapat hidup berdampingan dan saling mengisi serta tidak menghilangkan unsur-unsur asli dari kedua kebudayaan tersebut. Kebudayaan Hindu-Budha yang masuk di Indonesia tidak diterima begitu saja melainkan melalui proses pengolahan dan penyesuaian dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia tanpa menghilangkan unsur-unsur asli. Hal ini disebabkan karena Masyarakat Indonesia telah memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi sehingga masuknya kebudayaan asing ke Indonesia menambah perbendaharaan kebudayaan Indonesia. Dan Kecakapan istimewa yang dimiliki bangsa Indonesia/local genius merupakan kecakapan suatu bangsa untuk menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah unsur-unsur tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Pengaruh kebudayaan Hindu hanya bersifat melengkapi kebudayaan yang telah ada di Indonesia. Perpaduan budaya Hindu-Budha melahirkan akulturasi yang masih terpelihara sampai sekarang. Akulturasi tersebut merupakan hasil dari proses pengolahan kebudayaan asing sesuai dengan kebudayaan Indonesia.
B.     SARAN
Sebagai warga Negara Indonesia yang baik harus senantiasa menjaga, memelihara dan melestarikan kebudayaan kita  serta  jangan mudah terpengaruh dengan budaya-budaya asing. Sehingga jika ada budaya asing  yang masuk ke Indonesia  harus diserap dengan seteliti mungkin menggunakan filter sesuai dengan kebribadian bangsa Indonesia berdasarkan ideologi pancasila. Gunakanlah Pengaruh positif  saja  yang terdapat dalam kebudayaan asing tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Supriatna, Nana. 2007. Sejarah. Bandung : Grafindo Media Pratama.
Wartono, Tarcicius, dkk. 2007. Sosiologi 3 Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat. Jakarta : Yudhistira.
Poerwanto, Hari. 2000. Kebudayaan dan lingkungan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Waridah, Siti, dkk. 2005. Sejarah Nasional. Jakarta : PT.Bumi Aksara.
Sedyawati, Edi. 2006. Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada.
.IPS Terpadu.Jakarta : Yudhistira.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar