Perkembangan Bahasa dan Sastra Indonesia
Di dalam sejarahnya, bahasa Indonesia telah
berkembang cukup menarik. Bahasa Indonesia yang tadinya hanya merupakan bahasa
Melayu dengan pendukung yang kecil telah berkembang menjadi bahasa Indonesia
yang besar. Bahasa ini telah menjadi bahasa lebih dari 200 juta rakyat di
Nusantara Indonesia. Sebagian besar di antaranya juga telah menjadikan bahasa
Indonesia sebagai bahasa pertama. Bahasa Indonesia yang tadinya berkembang dari
bahasa Melayu itu telah “menggusur” sejumlah bahasa lokal (etnis) yang kecil.
Bahasa Indonesia yang semulanya berasal dari bahasa Melayu itu bahkan juga
menggeser dan menggoyahkan bahasa etnis-etnis yang cukup besar, seperti bahasa
Jawa dan bahasa Sunda. Bahasa Indonesia telah menjadi bahasa dari masyarakat
baru yang bernama masyarakat Indonesia. Di dalam persaingannya untuk merebut
pasar kerja, bahasa Indonesia telah mengalahkan bahasa-bahasa daerah yang ada
di Indonesia. Bahasa Indonesia juga telah tumbuh dan berkembang menjadi bahasa
yang modern pula.
Perkembangan yang demikian akan terus berlanjut.
Perkembangan tersebut akan banyak ditentukan oleh tingkat kemajuan masyarakat
dan peranan yang strategis dari masyarakat dan kawasan ini di masa depan.
Diramalkan bahwa masyarakat kawasan ini, yaitu Indonesia, Malasyia, Thailand,
Vietnam, Brunai Darussalam, dan Filipina akan menjadi salah satu global-tribe
yang penting di dunia. Jika itu terjadi, bahasa Indonesia (lebih jauh bahasa
Melayu) juga akan menjadi bahasa yang lebih bersifat global. Proses globalisasi
bahasa Melayu (baru) untuk kawasan Nusantara, dan bahasa-bahasa Melayu untuk
kawasan Asia Pasifik (mungkin termasuk Australia) menjadi tak terelakkan.
Peranan kawasan ini (termasuk masyarakatnya, tentu saja) sebagai kekuatan
ekonomi, industri dan ilmu pengetahuan yang baru di dunia, akan menentukan pula
bagaimana perkembangan bahasa Indonesia (dan bahasa Melayu) modern. Bahasa dan
sastra Indonesia sudah semenjak lama memiliki tradisi kosmopolitan. Sastra
modern Indonesia telah menggeser dan menggusur sastra tradisi yang ada di
pelbagai etnis yang ada di Nusantara.
Perubahan yang terjadi itu tidak hanya menyangkut
masalah struktur dan bahasa, tetapi lebih jauh mengungkapkan permasalahan
manusia baru (atau lebih tepat manusia marginal dan tradisional) yang dialami
manusia di dalam sebuah proses perubahan. Lihatlah tokoh-tokoh dalam roman dan
novel Indonesia. Lihatlah tokoh Siti Nurbaya di dalam roman Siti Nurbaya, tokoh
Zainudin di dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, tokoh Hanafi di dalam
roman Salah Asuhan, tokoh Tini, dan Tono di dalam novel Belenggu, sampai kepada
tokoh Lantip di dalam roman Priyayi. Mereka adalah tokoh-tokoh yang berusaha
masuk ke dunia yang baru, dunia yang global, dengan tertatih-tatih.
Dengan demikian, satra Indonesia (dan Melayu)
modern pada hakikatnya adalah sastra yang berada pada jalur yang mengglobal
itu. Sebagaimana dengan perkembangan bahasa Indonesia, sastra Indonesia tidak
ada masalah dalam globalisasi karena ia memang berada di dalamnya. Yang menjadi
soal adalah bagaimana menjadikan bahasa dan sastra itu memiliki posisi yang
kuat di tengah-tengah masyarakatnya. Atau lebih jauh, bagaimana langkah untuk
menjadikan masyarakatnya memiliki posisi kuat di tengah-tengah masyarakat dunia
(lainnya).
Kalau merujuk kepada pandangan-pandangan Alvin
Toffler atau John Naisbitt, dua peramal masa depan tanpa bola-bola kristal,
bahasa Indonesia dan sastra Indonesia akan menjadi bahasa (dan sastra) yang
penting di dunia.
Kata serapan dalam bahasa
Indonesia
Kata serapan adalah kata yang berasal dari
bahasa lain (bahasa daerah/bahasa luar negeri) yang kemudian ejaan, ucapan, dan
tulisannya disesuaikan untuk memperkaya kosa kata. Setiap masyarakat bahasa
memiliki tentang cara yang digunakan untuk mengungkapkan gagasan dan perasaan
atau untuk menyebutkan atau mengacu ke benda-benda di sekitarnya. Hingga pada
suatu titik waktu, kata-kata yang dihasilkan melalui kesepakatan masyarakat itu
sendiri umumnya mencukupi keperluan itu, namun manakala terjadi hubungan dengan
masyarakat bahasa lain, sangat mungkin muncul gagasan, konsep, atau barang baru
yang datang dari luar budaya masyarakat itu. Dengan sendirinya juga diperlukan
kata baru. Salah satu cara memenuhi keperluan itu--yang sering dianggap lebih
mudah--adalah mengambil kata yang digunakan oleh masyarakat luar yang menjadi
asal hal ihwal baru itu.
Sejarah hubungan dengan penutur
Telah
berabad-abad lamanya nenek moyang penutur bahasa Indonesia berhubungan dengan berbagai bangsa
di dunia. Bahasa Sanskerta tercatat terawal dibawa masuk ke Indonesia yakni
sejak mula tarikh Masehi. Bahasa ini dijadikan sebagai
bahasa sastra dan perantara dalam penyebaran agama Hindu dan Buddha. Agama Hindu tersebar luas di pulau Jawa pada abad
ke-7 dan ke-8, lalu agama Buddha mengalami keadaan yang sama pada abad ke-8 dan
ke-9.
Hubungan dengan penutur India dan persekitarannya
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Daftar kata serapan dari
bahasa Sanskerta dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia modern
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Daftar kata serapan dari
bahasa Hindi dalam bahasa Indonesia
Beriringan
dengan perkembangan agama Hndu itu berlangsung pula perdagangan rempah-rempah
dengan bangsa India yang sebagian dari mereka penutur bahasa Hindi, sebagian yang lain orang Tamil
dari India bagian selatan dan Sri Lanka bagian timur yang bahasanya menjadi
perantara karya sastra yang subur. Bahasa Tamil pernah memiliki pengaruh yang
kuat terhadap bahasa Melayu.
Hubungan dengan penutur bahasa Tionghoa
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Daftar kata serapan dari
bahasa Tionghoa dalam bahasa Indonesia
Hubungan ini
sudah terjadi sejak abad ke-7 ketika para saudagar Cina berdagang ke Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur, bahkan sampai juga ke Maluku
Utara. Pada saat Kerajaan Sriwijaya muncul dan kukuh, Cina membuka hubungan
diplomatik dengannya untuk mengamankan usaha perdagangan dan pelayarannya. Pada
tahun 922 musafir Cina melawat ke Kerajaan Kahuripan di Jawa Timur. Sejak abad
ke-11 ratusan ribu perantau meninggalkan tanah leluhurnya dan menetap di banyak
bagian Nusantara (Kepulauan Antara, sebutan bagi
Indonesia).
Yang disebut
dengan bahasa Tionghoa adalah bahasa di negara Cina (banyak bahasa). Empat di
antara bahasa-bahasa itu yang di kenal di Indonesia yakni Amoi, Hakka, Kanton, dan Mandarin. Kontak yang begitu lama dengan
penutur bahasa Tionghoa ini mengakibatkan perolehan kata serapan yang banyak
pula dari bahasa Tionghoa, namun penggunaannya tidak digunakan sebagai
perantara keagamaan, keilmuan, dan kesusastraan di Indonesia sehingga ia tidak
terpelihara keasliannya dan sangat mungkin banyak ia berbaur dengan bahasa di
Indonesia. Contohnya anglo, bakso, cat, giwang, kue/ kuih, sampan, dan tahu.
Hubungan dengan penutur Arab dan Persia
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Daftar kata serapan dari
bahasa Arab dalam bahasa Indonesia
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Daftar kata serapan dari
bahasa Persia dalam bahasa Indonesia
Bahasa Arab
dibawa ke Indonesia mulai abad ketujuh oleh saudagar dari Persia, India, dan Arab yang juga menjadi penyebar agama Islam. Kosakata bahasa Arab yang merupakan bahasa
pengungkapan agama Islam mula berpengaruh ke dalam bahasa Melayu terutama sejak
abad ke-12 saat banyak raja memeluk agama Islam. Kata-kata serapan dari bahasa
Arab misalnya abad, bandar, daftar, edar, fasik, gairah, hadiah, hakim, ibarat,
jilid, kudus, mimbar, sehat, taat, dan wajah. Karena banyak di antara pedagang
itu adalah penutur bahasa Parsi, tidak sedikit kosakata Parsi masuk ke dalam bahasa Melayu, seperti acar, baju, domba,
kenduri, piala, saudagar, dan topan.
Hubungan dengan penutur Portugis
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Daftar kata serapan dari
bahasa Portugis dalam bahasa Indonesia
Bahasa
Portugis dikenali
masyarakat penutur bahasa Melayu sejak bangsa Portugis menduduki Malaka pada tahun 1511 setelah setahun sebelumnya ia
menduduki Goa. Portugis dikecundangi atas saingan dengan Belanda yang datang
kemudian dan menyingkir ke daerah timur Nusantara. Meski demikian, pada abad
ke-17 bahasa Portugis sudah menjadi bahasa perhubungan antaretnis di samping
bahasa Melayu. Kata-kata serapan yang berasal dari bahasa Portugis seperti
algojo, bangku, dadu, gardu, meja, picu, renda, dan tenda.
Hubungan dengan penutur Belanda
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Daftar kata serapan dari
bahasa Belanda dalam bahasa Indonesia
Belanda mendatangi Nusantara pada awal abad
ke-17 ketika ia mengusir Portugis dari Maluku pada tahun 1606, kemudian ia
menuju ke pulau Jawa dan daerah lain di sebelah barat. Sejak itulah, secara
bertahap Belanda menguasai banyak daerah di Indonesia. Bahasa Belanda tidak
sepenuhnya dapat menggeser kedudukan bahasa Portugis karena pada dasarnya
bahasa Belanda lebih sukar untuk dipelajari, lagipula orang-orang Belanda
sendiri tidak suka membuka diri bagi orang-orang yang ingin mempelajari kebudayaan
Belanda termasuklah bahasanya. Hanya saja pendudukannya semakin luas meliputi
hampir di seluruh negeri dalam kurun waktu yang lama (350 tahun penjajahan
Belanda di Indonesia). Belanda juga merupakan sumber utama untuk menimba ilmu
bagi kaum pergerakan. Maka itu, komunikasi gagasan kenegaraan pada saat negara
Indonesia didirikan banyak mengacu pada bahasa Belanda. Kata-kata serapan dari
bahasa Belanda seperti abonemen, bangkrut, dongkrak, ember, formulir, dan
tekor.
Hubungan dengan penutur Inggris
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Daftar kata serapan dari
bahasa Inggris dalam bahasa Indonesia
Bangsa Inggris tercatat pernah menduduki Indonesia
meski tidak lama. Raffles menginvasi Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1811 dan beliau
bertugas di sana selama lima tahun. Sebelum dipindahkan ke Singapura, dia juga bertugas di Bengkulu pada
tahun 1818. Sesungguhnya pada tahun 1696 pun Inggris pernah mengirim utusan Ralph Orp ke Padang (Sumatra Barat), namun dia mendarat di Bengkulu
dan menetap di sana. Di Bengkulu juga dibangun Benteng
Marlborough pada tahun
1714-1719. Itu bererti sedikit banyak hubungan dengan bangsa Inggris telah
terjadi lama di daerah yang dekat dengan pusat pemakaian bahasa Melayu.
Hubungan dengan penutur Jepang
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Daftar kata serapan dari
bahasa Jepang dalam bahasa Indonesia
Pendudukan Jepang di Indonesia yang selama tiga setengah tahun tidak
meninggalkan warisan yang dapat bertahan melewati beberapa angkatan. Kata-kata
serapan dari bahasa Jepang yang digunakan umumnya bukanlah hasil hubungan
bahasa pada masa pendudukan, melainkan imbas kekuatan budaya, ekonomi dan
teknologinya.
Perbendaharaan kata serapan
Di antara
bahasa-bahasa di atas, ada beberapa yang tidak lagi menjadi sumber penyerapan
kata baru yaitu bahasa Tamil, Parsi, Hindi, dan Portugis. Kedudukan mereka
telah tergeser oleh bahasa Inggris yang penggunaannya lebih mendunia. Walaupun
begitu, bukan bererti hanya bahasa Inggris yang menjadi rujukan penyerapan
bahasa Indonesia pada masa yang akan datang.
Penyerapan
kata dari bahasa Cina sampai sekarang masih terjadi di bidang pariboga termasuk bahasa Jepang yang agaknya juga potensial
menjadi sumber penyerapan.
Di antara
penutur bahasa Indonesia beranggapan bahwa bahasa Sanskerta yang sudah ’mati’
itu merupakan sesuatu yang bernilai tinggi dan klasik. Alasan itulah yang
menjadi pendorong penghidupan kembali bahasa tersebut. Kata-kata Sanskerta
sering diserap dari sumber yang tidak langsung, yaitu Jawa Kuna. Sistem
morfologi bahasa Jawa Kuna lebih dekat kepada bahasa Melayu. Kata-kata serapan
yang berasal dari bahasa Sanskerta-Jawa Kuna misalnya acara, bahtera, cakrawala,
darma, gapura, jaksa, kerja, lambat, menteri, perkasa, sangsi, tatkala, dan
wanita.
Bahasa Arab
menjadi sumber serapan ungkapan, terutama dalam bidang agama Islam. Kata rela
(senang hati) dan korban (yang menderita akibat suatu kejadian), misalnya, yang
sudah disesuaikan lafalnya ke dalam bahasa Melayu pada zamannya dan yang
kemudian juga mengalami pergeseran makna, masing-masing adalah kata yang seasal
dengan rida (perkenan) dan kurban (persembahan kepada Tuhan). Dua kata terakhir
berkaitan dengan konsep keagamaan. Ia umumnya dipelihara betul sehingga makna
(kadang-kadang juga bentuknya) cenderung tidak mengalami perubahan.
Sebelum Ch. A. van Ophuijsen menerbitkan sistem ejaan untuk
bahasa Melayu pada tahun 1910, cara menulis tidak menjadi pertimbangan
penyesuaian kata serapan. Umumnya kata serapan disesuaikan pada lafalnya saja.
Meski kontak
budaya dengan penutur bahasa-bahasa itu berkesan silih berganti, proses
penyerapan itu ada kalanya pada kurun waktu yang tmpang tindih sehingga
orang-orang dapat mengenali suatu kata serapan berasal dari bahasa yang mereka
kenal saja, misalnya pompa dan kapten sebagai serapan dari bahasa Portugis,
Belanda, atau Inggris. Kata alkohol yang sebenar asalnya dari bahasa Arab,
tetapi sebagian besar orang agaknya mengenal kata itu berasal dari bahasa
Belanda.
Kata serapan
dari bahasa Inggris ke dalam kosa kata Indonesia umumnya terjadi pada zaman
kemerdekaan Indonesia, namun ada juga kata-kata Inggris yang sudah dikenal,
diserap, dan disesuaikan pelafalannya ke dalam bahasa Melayu sejak zaman
Belanda yang pada saat Inggris berkoloni di Indonesia antara masa kolonialisme
Belanda.. Kata-kata itu seperti kalar, sepanar, dan wesket. Juga badminton,
kiper, gol, bridge.
Sesudah
Indonesia merdeka, pengaruh bahasa Belanda mula surut sehingga kata-kata
serapan yang sebetulnya berasal dari bahasa Belanda sumbernya tidak disadari
betul. Bahkan sampai dengan sekarang yang lebih dikenal adalah bahasa Inggris.
Metode penyerapan kata asing
Senarai kata serapan dalam bahasa Indonesia
Bahasa
Indonesia adalah bahasa yang terbuka. Maksudnya ialah bahwa bahasa ini banyak
menyerap kata-kata dari bahasa lainnya.
Asal Bahasa
|
Jumlah Kata
|
Arab
|
1.495 kata
|
Belanda
|
3.280 kata
|
Tionghoa
|
290 kata
|
Hindi
|
7 kata
|
Inggris
|
1.610 kata
|
Parsi
|
63 kata
|
Portugis
|
131 kata
|
Sanskerta-Jawa
Kuna
|
677 kata
|
Tamil
|
83 kata
|
Sumber: Senarai Kata Serapan dalam Bahasa
Indonesia (1996) yang disusun oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
(sekarang bernama Pusat Bahasa).
Sumber
- Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Balai Pustaka: 1999, halaman 1185 s.d. 1188 berisikan Pendahuluan buku Senarai Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1996 (dengan sedikit penyaduran tanpa mengubah maksud dan tujuan seseungguhnya dari buku ini).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar